Mustika Ranto Gulo, Ir
Catatan dan Peringatan kepada Media elektronik media Internet.
Peringatan
Pertama: Jika mengutip tulisan original di media online, harus menulis nara
sumbernya minimal menyebutkan nama penulisnya. Hukuman atas pencurian ide dan
tulisan itu, hukumannya sangat berat. Termasuk berita, yang disuguhkan harus
jelas nara sumbernya, bukan katanya dan katanya.
Bagaimanapun
yang kita cari adalah informasi yang layak untuk dibaca dan digunakan untuk
kemajuan umat manusia. Mendapat informasi tidak identik dengan mencuri ide
orang lain. Dalam UU Pers, ditegaskan mengenai etika pemebritaan suatu
kejadian, misalnya sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka maka nama
yang bersangkutan masih disingkat atau di tulis alias. Setelah yang
bersangkutan dinyatakan tersangka baru nama aslinya diperbolehkan untuk ditulis
dan diketahui oleh umum. Jerat atas kesalahan ini sangat fatal, menyangkut
pencemaran nama baik. Sebab apabila berita itu tidak sesuai dengan vonis hukum
yang dijatuhkan oleh Kepolisian atau badan hukum lainnya maka oknum pers elektronik,
e-media atau media persuratkabaran, wajib meminta maaf kepada si korban dalam
bentuk announsment juga.
Masalahnya,
masyarakat belum mengetahui hak-haknya terhadap setiap pemberitaan tersebut,
termasuk di internet.
o
BAHAYA INTERNET.
Jika
pemakaian internet disalah gunakan maka akan menimbulkan banyak kerugian kepada
umat manusia. Kebutuhan dan penggunaan akan teknologi informasi yang
diaplikasikan dengan internet dalam segala bidang seperti e-banking,
e-commerce, e-government, e-education dan banyak lagi telah menjadi sesuatu
yang lumrah. Internet telah menciptakan dunia baru yang dinamakan cyberspace
yaitu sebuah dunia komunuikasi berbasis computer yang menawarkan realitas yang
baru berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak nyata).
Perkembangan
internet yang semakin hari semakin meningkat baik teknologi dan penggunaanya.
Mempunyai banyak dampak baik positif maupun negative. Untuk yang bersifat
positif, banyak manfaat dan kemudahan yang didapat dari teknologi ini, misalnya
kita dapat melakukan transaksi perbankan kapan saja dengan e-banking,
e-commerce juga membuat kita mudah melakukan pembelian maupun penjualan suatu
barang tanpa mengenal tempat. Mencari referensi atau informasi mengenai ilmu
pengetahuan juga bukan hal yang sulit dengan adanya e-library dan banyak lagi
kemudahan yang didapatkan dengan perkembangan Internet. Tentunya, tidak dapat
dipungkiri bahwa teknologi Internet membawa dampak negatif yang tidak kalah
banyak dengan manfaat yang ada. Internet membuat kejahatan yang semula bersifat
konvensional seperti pengancaman, pencurian dan penipuan kini dapat dilakukan
dengan menggunakan media komputer secara online dengan resiko tertangkap yang
sangat kecil oleh individu maupun kelompok dengan akibat kerugian yang lebih
besar baik untuk masyarakat maupun negara disamping menimbulkan
kejahatan-kejahatan baru.
Banyaknya
dampak negatif yang timbul dan berkembang, membuat suatu paradigma bahwa tidak
ada komputer yang aman kecuali dipendam dalam tanah sedalam 100 meter dan tidak
memiliki hubungan apapun juga. Seperti seorang hacker dapat masuk ke dalam
suatu sistem jaringan perbankan untuk mencuri informasi nasabah yang terdapat
di dalam server mengenai data base rekening bank tersebut, karena dengan adanya
e-banking jaringan tersebut dapat dikatakan terbuka serta dapat diakses oleh
siapa saja. Walaupun pencurian data yang dilakukan sering tidak dapat
dibuktikan secara kasat mata karena tidak ada data yang hilang tetapi dapat
diketahui telah diakses secara illegal dari sistem yang dijalankan.
Tidak kurang menghebohkannya adalah beredarnya gambar-gambar porno hubungan seksual/pornografi, misalnya antara seorang bintang sinetron Sukma Ayu dan Bjah, seorang penyanyi dari group band yang ternama. Gambar-gambar tersebut beredar secara luas di Internet baik melalui e-mail maupun dalam tampilan website yang dapat disaksikan oleh siapa saja secara bebas.
Pengungkapan kejahatan ini masih sangat kecil sekali, dikarenakan banyak kendala dan hambatan yang dihadapi dalam upaya pengungkapannya. Saat ini, bagi mereka yang senang akan perjudian dapat juga melakukannya dari rumah atau kantor hanya dengan mengakses situs www.indobetonline.com atau www.tebaknomor.com dan banyak lagi situs sejenis yang menyediakan fasilitas tersebut dan memanfaatkan fasilitas Internet banking untuk pembayarannya. E-commerce tidak sedikit membuka peluang bagi terjadinya tindak pidana penipuan, seperti yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di Medan yang memasang iklan di salah satu website terkenal “Yahoo” dengan seolah-olah menjual mobil mewah Ferrary dan Lamborghini dengan harga murah sehingga menarik minat seorang pembeli dari Kuwait. Perbuatan tersebut dapat dilakukan tanpa adanya hubungan terlebih dahulu antara penjual dan pembeli, padahal biasanya untuk kasus penipuan terdapat hubungan antara korban atau tersangka.
Dunia perbankan melalui Internet (ebanking) Indonesia, dikejutkan oleh ulah seseorang bernama Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web. Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan Internet banking Bank Central Asia, (BCA). Steven membeli domain-domain dengan nama mirip www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA), yaitu domain wwwklik-bca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickca.com. dan klikbac.com. Isi situs-situs plesetan inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk bertransaksi dan adanya formulir akses (login form) palsu. Jika nasabah BCA salah mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id) dan nomor identitas personal (PIN) dapat di ketahuinya. Diperkirakan, 130 nasabah BCA tercuri datanya. Menurut pengakuan Steven pada situs bagi para webmaster di Indonesia, www.webmaster.or.id.
Tidak kurang menghebohkannya adalah beredarnya gambar-gambar porno hubungan seksual/pornografi, misalnya antara seorang bintang sinetron Sukma Ayu dan Bjah, seorang penyanyi dari group band yang ternama. Gambar-gambar tersebut beredar secara luas di Internet baik melalui e-mail maupun dalam tampilan website yang dapat disaksikan oleh siapa saja secara bebas.
Pengungkapan kejahatan ini masih sangat kecil sekali, dikarenakan banyak kendala dan hambatan yang dihadapi dalam upaya pengungkapannya. Saat ini, bagi mereka yang senang akan perjudian dapat juga melakukannya dari rumah atau kantor hanya dengan mengakses situs www.indobetonline.com atau www.tebaknomor.com dan banyak lagi situs sejenis yang menyediakan fasilitas tersebut dan memanfaatkan fasilitas Internet banking untuk pembayarannya. E-commerce tidak sedikit membuka peluang bagi terjadinya tindak pidana penipuan, seperti yang dilakukan oleh sekelompok pemuda di Medan yang memasang iklan di salah satu website terkenal “Yahoo” dengan seolah-olah menjual mobil mewah Ferrary dan Lamborghini dengan harga murah sehingga menarik minat seorang pembeli dari Kuwait. Perbuatan tersebut dapat dilakukan tanpa adanya hubungan terlebih dahulu antara penjual dan pembeli, padahal biasanya untuk kasus penipuan terdapat hubungan antara korban atau tersangka.
Dunia perbankan melalui Internet (ebanking) Indonesia, dikejutkan oleh ulah seseorang bernama Steven Haryanto, seorang hacker dan jurnalis pada majalah Master Web. Lelaki asal Bandung ini dengan sengaja membuat situs asli tapi palsu layanan Internet banking Bank Central Asia, (BCA). Steven membeli domain-domain dengan nama mirip www.klikbca.com (situs asli Internet banking BCA), yaitu domain wwwklik-bca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickca.com. dan klikbac.com. Isi situs-situs plesetan inipun nyaris sama, kecuali tidak adanya security untuk bertransaksi dan adanya formulir akses (login form) palsu. Jika nasabah BCA salah mengetik situs BCA asli maka nasabah tersebut masuk perangkap situs plesetan yang dibuat oleh Steven sehingga identitas pengguna (user id) dan nomor identitas personal (PIN) dapat di ketahuinya. Diperkirakan, 130 nasabah BCA tercuri datanya. Menurut pengakuan Steven pada situs bagi para webmaster di Indonesia, www.webmaster.or.id.
Selain
carding, masih banyak lagi kejahatan yang memanfaatkan Internet. Tentunya masih
hangat dalam pikiran kita saat seorang hacker bernama Dani Hermansyah, pada
tanggal 17 April 2004 melakukan deface (Deface disini berarti mengubah atau
mengganti tampilan suatu website) dengan mengubah nama-nama partai yang ada
dengan nama-nama buah dalam website www.kpu.go.id, yang mengakibatkan
berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemilu yang sedang berlangsung
pada saat itu. Dikhawatirkan, selain nama–nama partai yang diubah bukan tidak mungkin
angka-angka jumlah pemilih yang masuk di sana menjadi tidak aman dan dapat
diubah, padahal dana yang dikeluarkan untuk sistem teknologi informasi yang
digunakan oleh KPU sangat besar sekali.
Teknik
lain adalah yang memanfaatkan celah sistem keamanan server alias hole Cross
Server Scripting (XXS) yang ada pada suatu situs. XXS adalah kelemahan aplikasi
di server yang memungkinkan user atau pengguna menyisipkan baris-baris perintah
lainnya. Biasanya perintah yang disisipkan adalah Javascript sebagai jebakan,
sehingga pembuat hole bisa mendapatkan informasi data pengunjung lain yang
berinteraksi di situs tersebut. Makin terkenal sebuah website yang mereka
deface, makin tinggi rasa kebanggaan yang didapat. Teknik ini pulalah yang
menjadi andalan saat terjadi cyberwar antara hacker Indonesia dan hacker
Malaysia, yakni perang di dunia maya yang identik dengan perusakan website
pihak lawan.
PEMBAHASAN
Dari
kasus yang telah terjadi diatas dapat diketahui bahwa kejahatan ini tidak
mengenal batas wilayah (borderless) serta waktu kejadian karena korban dan
pelaku sering berada di negara yang berbeda. Semua aksi itu dapat dilakukan
hanya dari depan komputer yang memiliki akses Internet tanpa takut diketahui
oleh orang lain/saksi mata, sehingga kejahatan ini termasuk dalam Transnational
Crime/kejahatan antar negara yang pengungkapannya sering melibatkan penegak
hukum lebih dari satu negara. Mencermati hal tersebut dapatlah disepakati bahwa
kejahatan IT/Cybercrime memiliki karakter yang berbeda dengan tindak pidana umum
baik dari segi pelaku, korban, modus operandi dan tempat kejadian perkara
sehingga butuh penanganan dan pengaturan khusus di luar KUHP.
Perkembangan
teknologi informasi yang demikian pesatnya haruslah diantisipasi dengan hukum
yang mengaturnya dimana kepolisian merupakan lembaga aparat penegak hukum yang
memegang peranan penting didalam penegakan hukum, sebab tanpa adanya hukum yang
mengatur dan lembaga yang menegakkan maka dapat menimbulkan kekacauan didalam
perkembangannya. Dampak negative tersebut menimbulkan suatu kejahatan yang
dikenal dengan nama “CYBERCRIME” yang tentunya harus diantisipasi dan
ditanggulangi.
Menjawab
tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang
diharapkan (ius konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap
perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif
penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan
korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat ini, Indonesia belum
memiliki Undang-Undang khusus/cyber law yang mengatur mengenai cybercrime
walaupun rancangan undang-undang tersebut sudah ada sejak tahun 2000 dan revisi
terakhir dari rancangan undang-undang tindak pidana di bidang teknologi
informasi sejak tahun 2004 sudah dikirimkan ke Sekretariat Negara RI oleh
Departemen Komunikasi dan Informasi serta dikirimkan ke DPR namun dikembalikan
kembali ke Departemen Komunikasi dan Informasi untuk diperbaiki. Tetapi,
terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi
para pelaku cybercrime terutama untuk kasus-kasus yang menggunakan komputer
sebagai sarana, antara lain:
a.
Kitab Undang Undang Hukum Pidana
Dalam
upaya menangani kasus-kasus yang terjadi, para penyidik melakukan analogi atau
perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP.
Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari satu Pasal karena
melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal-pasal yang dapat dikenakan dalam
KUHP pada cybercrime antara lain :
1)
Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor
kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor
kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di
Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi
dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank
ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
2)
Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah-olah menawarkan dan
menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website
sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang
iklan. Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui
setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga
pembeli tersebut menjadi tertipu.
3)
Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan pemerasan yang
dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku untuk memaksa korban
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelaku dan jika tidak
dilaksanakan akan membawa dampak yang membahayakan. Hal ini biasanya dilakukan
karena pelaku biasanya mengetahui rahasia korban.
4)
Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan
menggunakan media Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan e-mail kepada
teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan
e-mail ke suatu mailing list sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.
5)
Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan
secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
6)
Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno
yang banyak beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa
Indonesia, sangat sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan
pendaftaran domain tersebut diluar negri dimana pornografi yang menampilkan
orang dewasa bukan merupakan hal yang ilegal.
7)
Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film
pribadi seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus Sukma Ayu-Bjah.
8)
Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku
melakukan penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan
kartu kreditnya yang nomor kartu kreditnya merupakan curian.
9)
Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat
sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi
atau dapat digunakan sebagaimana mestinya.
b.
Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Menurut
Pasal 1 angka (8) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer
adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema
ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca
dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan
dalam merancang intruksi-intruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer
berlaku selama 50 tahun (Pasal 30). Harga program komputer/software yang sangat
mahal bagi warga negara Indonesia merupakan peluang yang cukup menjanjikan bagi
para pelaku bisnis guna menggandakan serta menjual software bajakan dengan
harga yang sangat murah. Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli
dengan harga Rp20.000,00. Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan
dengan software asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi
pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00 perkeping.
Maraknya pembajakan software di Indonesia yang terkesan “dimaklumi” tentunya
sangat merugikan pemilik hak cipta. Tindakan pembajakan program komputer
tersebut juga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat
(3) yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan
untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) “.
c.
Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
Menurut
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap
pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk
tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat,
optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut, maka
Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat
komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk
gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik.
Penyalahgunaan
Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi
dengan menggunakan Undang-Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke
sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap
orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi:
a)
Akses ke jaringan telekomunikasi
b)
Akses ke jasa telekomunikasi
c)
Akses ke jaringan telekomunikasi khusus
Apabila
seseorang melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPU
www.kpu.go.id, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”
d.
Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang
Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm
dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai
tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau
ditransformasikan). Misalnya Compact Disk -Read Only Memory (CD -ROM), dan
Write -Once Read -Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang
tersebut sebagai alat bukti yang sah.
e.
Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15
Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Undang-Undang ini merupakan
Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi
mengenai tersangka yang melakukan penipuan melalui Internet, karena tidak
memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan memakan waktu yang lama, sebab
penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian
uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang
menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki
oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam
Undang-Undang Perbankan.
Dalam Undang-Undang Pencucian Uang
proses tersebut lebih cepat karena Kapolda cukup mengirimkan surat kepada
Pemimpin Bank Indonesia di daerah tersebut dengan tembusan kepada Kapolri dan
Gubernur Bank Indonesia, sehingga data dan informasi yang dibutuhkan lebih
cepat didapat dan memudahkan proses penyelidikan terhadap pelaku, karena data
yang diberikan oleh pihak bank, berbentuk: aplikasi pendaftaran, jumlah
rekening masuk dan keluar serta kapan dan dimana dilakukan transaksi maka
penyidik dapat menelusuri keberadaan pelaku berdasarkan data–data tersebut.
Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
f. Undang-Undang No 15 Tahun 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list.
Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003, Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list.
http://niasbarat.wordpress.com/2008/04/08/bahaya-penyalahgunaan-media-internet-dan-upaya-penanganannya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar